Kasus di Jepang
Perkembangan di bidang transportasi berkembang dengan sangat cepat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Berkembangnya jumlah penduduk mempengaruhi sistem transportasi di suatu negara. Karena dengan bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah pergerakan sehingga dibutuhkan penambahan sarana dan prasarana pendukung perpindahan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat cepat dari tahun ke tahun turut membantu dalam memobilisasi permintaan masyarakat dalam bidang transportasi, seperti munculnya kendaraan bermotor, kereta api, pesawat, dan kapal laut. Namun tampaknya pertumbuhan teknologi membawa dampak buruk pada lingkungan. Hal ini disebabkan oleh gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang mampu merusak lingkungan dan menghancurkan sistem ozon bumi. Apalagi permintaan akan kendaraan motor pribadi sangat meningkat pada beberapa tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan penimbunan gas emisi buang di udara dan menyebabkan terjadinya global warming. Banyak sekali kerugian yang diperoleh dari terjadinya pemanasan glonal, seperti meningkatnya suhu udara di dunia, naiknya permukaan air laut, dan lain-lain.
Untuk itulah dilakukan Konferensi Kyoto pada tahun 1997 sebagai tanggapan terhadap isu global warming yang sebagian besar diakibatkan oleh emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Dari hasil tersebut maka Jepang berinisiatif untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor serta produksi karbon dioksida hingga 6 %. Hal tersebut diimplementasikan dengan penggunaan sepeda sebagai moda transportasi dalam melakukan pergerakan baik ke kantor, sekolah, maupun ke kampus. Jepang ingin membuat perilaku bersepeda dan berjalan kaki sebagai lifestyle baru dari masyarakatnya. Pada tahun 2001, Jepang menerbitkan sebuah amandemen baru untuk undang-undang yang berkaitan dengan konstruksi jalan. Dalam amandemen tersebut tertulis bahwa pemerintah harus mampu menyediakan jalur khusus bagi pejalan kaki dan pesepeda pada jalan yang baru dibuat atau pada jalan yang ingin diperbaiki. Hal ini dirancang untuk memberi prioritas lebih tinggi kepada pengendara sepeda dan pejalan kaki daripada sebelumnya, serta untuk menurunkan beban lingkungan secara keseluruhan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor. Sehingga minat masyarakat untuk bersepeda dan berjalan kaki meningkat sehingga mampu mengurangi polusi dan mencapai kota yang berkelanjutan.
Kasus di Indonesia
Perilaku transportasi pada Negara Indonesia nampak kurang memperhatikan lingkungan. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih senang menggunakan kendaraan bermotor daripada berjalan kaki ataupun bersepeda. Padahal perilaku transportasi seperti ini dapat menimbulkan polusi udara. Perilaku tersebut disebabkan oleh kota-kota di Indonesia nampaknya kurang memberikan pelayanan terhadap para pejalan kaki. Hal ini terbukti dari kurang tersedianya jalur pedestrian pada kawasan strategis. Sehingga memunculkan pertanyaan mengenai tujuan perencanaan suatu kota apakah untuk kendaraan bermotor ataukah untuk manusia?
Budaya berkalan kaki dan bersepeda masyarakat di Indonesia sudah jarang sekali ditemui. Hal ini dapat dilihat pada kota besar seperti Surabaya dimana masyarakatnya sudah tidak memiliki minat untuk berjalan kaki. Merskipun jalur pejalan kaki telah disediakan namun masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi walaupun jarak tempuh tujuannya tergolong dekat. Dapat dilihat pada jalan-jalan besar di Surabaya yang sudah dilengkapi oleh jalur pedestrian namun nampaknya masyarakat kurang tertarik untuk berjalan kaki pada jalur tersebut. Padahal dengan berjalan kaki maka dapat menghemat BBM dan menurunkan buangan gas pada udara sehingga mengurangi polusi udara. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat kurang tertarik untuk berjalan kaki, seperti jalur pedestrian yang disediakan digunakan untuk berjualan oleh pkl. Selain itu banyak pengendara sepeda motor yang menggunakan pedestrian ways untuk menghindari kemacetan. Jika begitu tentu saja kenyamanan pejalan kaki akan berkurang.
Untuk mengatasi permasalahan perihal perilaku transportasi dapat dilakukan dengan penataan kota yang lebih praktis untuk para pejalan kaki, yaitu dengan menggunakan konsep mix use sehingga lokasi permukiman dan lokasi bekerja atau pusat perbelanjaan tidak terlalu jauh. Selain itu upaya untuk mengubah perilaku transportasi masyarakat Indonesia dapat pula dilakukan upaya menambah pedestrian ways pada titik-titik yang strategis. Jalur pedestrian juga harus didesain senyaman mungkin agar pejalan kaki dapat melintas dengan nyaman dan aman. Dalam mewujudkan kota dan perilaku transportasi yang ramah lingkungan dibutuhkan regulasi yang mendukung. Mungkin Indonesia dapat mengadopsi perundang-undangan di Jepang yang sudah mulai memperhatikan pejalan kaki sebagai pelaku transportasi.
Rabu, 11 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)